Thursday, August 21, 2008

13. K.H. Qaimoeddien Thamsy, SH. - Tokoh Ulama dan Pengurus Pusat Syarikat Islam Indonesia, Tokoh Islam Indonesia Timur, Ketua MUI Jakarta Pusat

Saya Meneteskan Air Mata atas Perlakuan Mereka

Perkenalan saya dengan LDII belum terbilang lama, tetapi sebelumnya saya mengenal betul Islam Jama’ah. Mulai dari awal kelahirannya, bahkan sampai mengetahui dan mengenal jama’ah LDII. Saya pernah terkontaminasi dan terpengaruh dengan ajaran Islam Jama’ah. Bahkan, saya pernah masuk di dalamnya dan mendakwahkan Islam Jama’ah sewaktu masih muda, sekitar tahun 1960-an di Malang, Jawa Timur.

Pada mulanya Islam Jama’ah bernama Darul Hadits. Saya memahami betul masalah itu, dan Saya pun dikenal dengan baik oleh kalangan Islam Jama’ah. Sewaktu adik saya masuk Islam Jama’ah, ia marah habis-habisan, karena kelompok ini dipandang oleh masyarakat luas sebagai aliran sesat. Adik saya adalah seorang anggota TNI Angkatan Laut di Surabaya, dan atasannya adalah R.E. Martadinata, seorang tokoh Islam Jama’ah yang menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut. Dengan menggunakan pengaruhnya, ia mengajak anak buahnya untuk masuk Islam Jama’ah, di antaranya adik saya.

Pada tahun 1967, saya pergi ke Jakarta. Oleh adik saya, saya dibekali surat supaya bisa masuk ke Tawakkal (nama sebuah jalan di Jakarta tempat Islam Jama’ah berpusat). Saya masuk ke sana dan sempat memberikan ceramah-ceramah. Saya sempat ikut pengajian-pengajian di sana. Wah sesat juga, komentar saya waktu itu. Pada awalnya, saya sempat diterima, tetapi masih dicurigai juga. Akhirnya, saya terdepak dan mulai saat itu berhadapan langsung vis a vis dengan mereka.

Mulai saat itu, di Jakarta sudah berkembang pertama di Tawakkal. Saya tahu betul, dan saya kembali ke Surabaya. Saya suruh adik saya keluar karena beberapa ajarannya, seperti masalah nikah, masalah jenazah, masalah orang tua, bahaya sekali. Dan manqulnya itu jelas. Pokoknya yang aneh-aneh. Sebagai orang muda, pada waktu itu saya umur 26 tahun, saya dilarang oleh Bapak K.H. Dalai Umar, tokoh ulama pada waktu itu.

Pada tahun 1990, atas dasar pidato pengarahan Rudini selaku Menteri Dalam Negeri, dan Sudharmono SH selaku Wakil Presiden LEMKARI mengubah namanya menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dikarenakan nama LEMKARI memiliki kesamaan singkatan dengan Lembaga Karatedo Indonesia. Kedua arahan pejabat pemerintah tersebut dan masukan baik pada sidang-sidang komisi maupun sidang paripurna dalam Musyawarah Besar IV LEMKARI tahun 1990, selanjutnya perubahan nama tersebut ditetapkan dalam Keputusan MUBES IV LEMKARI No. VI/MUBES-IV/LEMKARI/1990, Pasal 3 yaitu mengubah nama organisasi dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat LEMKARI menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang disingkat LDII.

Pada waktu mereka ingin bertemu Bapak Fauzi Bowo (waktu masih menjadi Wagub) karena mereka akan mengadakan Rakerda waktu itu, lantas Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang dan Linmas) mengundang saya. Saya selaku pribadi datang kesana. ”Ini apa-apaan. LDII itu jelas kotor.” Saya bilang kepada Bapak Fauzi Bowo, ”jangan datang.”

Kemudian saya diundang ceramah di masjid mereka dengan Camat setempat. Sewaktu ceramah saya bilang, setelah saya pergi dari sini (tempat duduk saya dengan Bapak Camat) dibersihkan, nanti akan berhadapan dengan saya. Lalu mereka ketawa ha ha ha. Karena mereka itu belum tahu Islam Jama’ah tahun 1960-an, termasuk Gunawan dkk dan pengurus Masjid. Saya minta kalau memang betul-betul berubah, buktikan.

Saya katakan kepada mereka, apakah bisa jadwal ceramah/khutbah di masjid kalian, kita barter? sehingga kita bisa ceramah/khutbah di masjid LDII. Saya tunggu, dan itu mereka lakukan. Bukan hanya saya yang memberikan ceramah, tetapi Saudara Mabrur Abduh dan Arif juga memberikan ceramah di kalangan LDII Jakarta Utara.

Mencuci Masjid waktu Islam Jama’ah pernah saya lihat, tetapi di LDII sama sekali tidak. Orang kan semuanya terbius dengan pengalaman masa lalu. Selama sudah merubah paradigmanya, saya pernah tunjuk mereka, mana buktinya, mereka bohong. Saya pernah ketemu dengan Bambang Irawan. Sebenarnya mereka cuma dengar-dengar, cerita-cerita pengalaman masa lalu, karena mereka tidak pernah terjun langsung. Saya tidak percaya jadinya. Banyak muballigh-muballigh yang mengekspose hal-hal yang ”katanya dan katanya.” Seharusnya mereka terjun langsung, ia buktikan, ia cari di mana sumbernya. Saya pernah marah dengan Pak Ardani dan Pak Hamdan (Pengurus MUI Jakarta) dengan ungkapannya, tetapi saya minta untuk membuktikan, bukan katanya. Jangan sampai jadi fitnah. Ini pengalaman masa lalu.

...

No comments: